Laman

Selasa, 20 September 2011

Buramnya Potret Hukum dan Politik Di Indonesia

Law is a command of the Lawgiver (hukum adalah perintah dari penguasa), dalam arti perintah dari mereka yang memiliki kekuasaan tertinggi atau yang memegang kedaulatan. Perdebatan mengenai hubungan hukum dan politik memiliki akar sejarah panjang dalam ilmu hukum. Bagi kalangan penganut aliran positivisme hukum seperti John Austin, hukum adalah tidak lain dari produk politik atau kekuasaan. Pada sisi lain, pandangan berbeda datang dari kalangan aliran sejarah dalam ilmu hukum, yang melihat hukum tidak dari dogmatika hukum dan undang-undang semata, akan tetapi dari kenyataan-kenyataan sosial yang ada dalam masyarakat dan berpandangan bahwa hukum itu tergantung pada penerimaan umum dalam masyarakat dan setiap kelompok menciptakan hukum yang hidup.
Memperhatikan perkembangan sistem hukum Indonesia, kita akan melihat adanya ciri-ciri yang spesifik dan menarik untuk dikaji. Sebelum pengaruh hukum dari penjajahan Belanda di Indonesia berlaku hukum adat dan hukum Islam yang berbeda-beda dari berbagai masyarakat adat di Indonesia dari setiap kerajaan dan etnik yang berbeda. Setelah masuk penjajah Belanda membawa hukumnya sendiri yang sebagian besarnya merupakan konkordansi dengan hukum yang berlaku di Belanda yaitu hukum tertulis dan perundang-undangan yang bercorak positivis. Walaupun demikian Belanda menganut politik hukum adat (adatrechtpolitiek), yaitu membiarkan hukum adat itu berlaku bagi golongan masyarakat Indonesia asli dan hukum Eropa berlaku bagi kalangan golongan Eropa yang bertempat tinggal di Indonesia (Hindia Belanda). Dengan demikian pada masa Hindia Belanda berlaku pluralisme hukum. Perkembangan hukum di Indonesia menunjukkan kuatnya pengaruh hukum kolonial dan meninggalkan hukum adat.
Karena itu, dalam melihat persoalan hukum di Indonesia harus dipandang dari kenyataan sejarah dan perkembangan hukum Indonesia itu. Pada saat sekarang ini terdapat perbedaan cara pandang terhadap hukum diantara kelompok masyarakat Indonesia. Berbagai ketidakpuasan atas penegakkan hukum dan penanganan berbagai persoalan hukum bersumber dari cara pandang yang tidak sama tentang apa yang dimaksud hukum dan apa yang menjadi sumber hukum. Tulisan ini akan mengkaji permasalahan ini dari sudut pandang teori positivis yang berkembang dalam ilmu hukum dengan harapan akan mendapatkan gambaran tentang akar persoalan pembangunan sistem hukum Indonesia pada masa mendatang.

II. Pandangan Aliran Positivis Tentang Hukum

Aliran positivisme hukum berasal dari ajaran sosiologis yang dikembangkan oleh filosof Perancis; August Comte (1798-1857) yang berpendapat bahwa terdapat kepastian adanya hukum-hukum perkembangan mengatur roh manusia dan segala gejala hidup bersama dan itulah secara mutlak. August Comte hanya mengakui hukum yang dibuat oleh negara. (Achmad Ali, 2002, : 265). Untuk memahami positivisme hukum tidak dapat diabaikan metodelogi positivis dalam sains yang mengahruskan dilakukannya validasi dengan metode yang terbuka atas setiap kalin atau proposisi yang diajukan. Karena itu bukti empirik adalah syarat universal untuk diterimanya kebenaran dan tidak berdasarkan otoritas tradisi atau suatu kitab suci. Menurut Fletcher (Fletcher 1996 : 33) Positivisme hukum mempunyai pandangan yang sama tentang diterimanya validasi. Seperti halnya positivisme sains yang tidak dapat menerima pemikiran dari suatu proposisi yang tidak dapat diverifikasi atau yang tidak dapat difalsifikasi., tetapi karena hukum itu ada karena termuat dalam perundang-undangan apakah dipercaya atau tidak. Hukum harus dicantumkan dalam undang-undang oleh lembaga legislatif dengan memberlakukan, memperbaiki dan merubahnya.
Positivisme hukum berpandangan bahwa hukum itu harus dapat dilihat dalam ketentuan undang-undang, karena hanya dengan itulah ketentuan hukum itu dapat diverifikasi. Adapan yang di luar undang-undang tidak dapat dimasukkan sebagai hukum karena hal itu berada di luar hukum. Hukum harus dipisahkan dengan moral, walaupun kalangan positivis mengakui bahwa focus mengenai norma hukum sangat berkaitan dengan disiplin moral, teologi, sosiolgi dan politik yang mempengaruhi perkembangan sistem hukum. Moral hanya dapat diterima dalam sistem hukum apabila diakui dan disahkan oleh otoritas yang berkuasa dengan memberlakukannya sebagai hukum.
Lebih jauh, pandangan dan pendapat dari mazhab positivisme ini dapat ditelusuri dari pendapat dan pandangan dari para penganut terpenting dari mazhab ini antara lain John Austin, seorang ahli hukum yang berkebangsaan Inggeris yang mewakili pandangan positivis dari kelompok penganut sistem hukum Common Law dan Hans Kelsen, seorang ahli hukum yang berkebangsaan Jerman yang mewakili pandangan positivis dari kelompok penganut sistem hukum Eropa Kontinental.
Menurut John Austin (seperti dikutip Achmad Ali, Ibid, hlm. 267), hukum adalah perintah kaum yang berdaulat. Ilmu hukum berkaitan dengan hukum positif atau dengan ketentuan-ketentuan lain yang secara tegas disebut demikian. Pendapat Austin sangat dipengaruhi oleh pandangannya mengenai kedaulatan negara yang memiliki dua sisi yaitu sisi eksternal dalam bentuk hukum internasional dan sisi internal dalam bentuk hukum positif. Kedaulatan negara menuntut ketaatan dari penduduk warga negara. Lebih lanjut menurut Austin, ketaatan ini berbeda dengan ketaatan seseorang karena ancaman senjata. Ketaatan warga negara terhadap kedaulatan negara didasarkan pada legitimasi. Menurut pandangan Austin (Lili Rasyidi, 2001, : 58), hukum sebagai suatu sistem yang logis, tetap dan bersifat tertutup (closed logical system). Hukum dipisahkan secara tegas dari keadilan dan tidak didasarkan pada nilai-nilai yang baik atau buruk. Ada empat unsur hukum yaitu adanya perintah, sanksi, kewajiban dan kedaulatan. Ketentuan yang tidak memenuhi ke empat unsur ini tidak dapat dikatan sebagai positive law.
Selanjutnya Lili Rasyidi (Ibid, : 59-60) menyimpulkan pokok-pokok ajaran Analytical Jurisprudence dari Austin, yaitu :
  1. Ajarannya tidak berkaitan dengan soal atau penilain baik dan buruk, sebab peniliain terbeut berada di luar hukum;
  2. Walau diakui adanya hukum moral yang berpengaruh terhadap masyarakat, namun secara yuridis tidak penting bagi hukum.
  3. Pandangannya bertolak belakang dengan baik penganut hukum alam maupun mazhab sejarah;
  4. Hakekat dari hukum adalah perintah. Semua hukum positif adalah perintah dari yang berdaulat/penguasa.
  5. Kedaulatan adalah hal di luar hukum, yaitu berada pada dunia politik atau sosiologi karenanya tidak perlu dipersoalkan sebab dianggap sebagai sesuatu yang telah ada dalam kenyataan;
  6. Ajaran Austin kurang/tidak memberikan tempat bagi hukum yang hidup dalam masyarakat.
Dari kalangan penganut sistem hukum Eropa Kontinental, Hans Kelsen yang dikenal dengan jaran hukum murninya selalu digolongkan sebagai penganut aliran positivisme ini. Ada dua teori yang dikemukakan oleh Hans Kelsen yang perlu diketengahkan ( Ibid. : 60). Pertama, ajarannya tentang hukum yang bersifat murni dan kedua, berasal dari muridnya Adolf Merkl yaitu stufenbau des recht yang mengutamakan tentang adanya hierarkis daripada perundang-undangan. Inti ajaran hukum murni Hans Kelsen (Ibid. : 61) adalah bahwa hukum itu harus dipisahkan dari anasir-anasir yang tidak yuridis seperti etis, sosiologis, politis dan sebagainya. Dengan demikian Kelsen tidak memberikan tempat bagi betrlakunya hukum alam. Hukum merupakan sollen yuridis semata-mata yang terlepas dari das sein / kenyataan sosial.
Sedangkan ajaran stufentheorie berpendapat bahwa suatu sistem hukum adalah suatu hierarkis dari hukum dimana suatu ketentuan hukum tertentu bersumber pada ketentuan hukum lainnya yang lebih tinggi. Sebagai ketentuan yang paling tanggi adalah Grundnorm atau norma dasar yang bersifat hipotetis. Ketentuan yang lebih rendah adalah lebih konkrit daripada ketentuan yang lebih tinggi. Ajaran murni tentang hukum adalah suatu teori tentang hukum yang senyatanya dan tidak mempersoalkan hukum yang senyatanya itu, yaitu apakah hukum yang senyatanya itu adil atau tidak adil.
Selanjutnya Prof. H.L.A. Hart (seperti dikutip oleh Lili Rasyidi, Ibid. : 57), menguraikan tentang ciri-ciri positivisme pada ilmu hukum dewasa ini sebagai berikut:
  • - Pengertian bahwa hukum adalah perintah dari manusia (command of human being);
  • - Pengertian bahwa tidak ada hubungan mutlak/penting antara hukum (law) dan moral atau hukum sebagaimana yang berlaku/ada dan hukum yang sebenarnya;
  • - Pengertian bahwa analisis konsepsi hukum adalah :
  • 1. mempunyai arti penting,
  • 2. harus dibedakan dari penyelidikan :
a. historis mengenai sebab-musabab dan sumber-sumber hukum,
b. sosiologis mengenai hubungan hukum dengan gejala sosial lainnya, dan
c. penyelidikan hukum secara kritis atau penilain, baik yang berdasarkan moral, tujuan sosial, fungsi hukum dan lain-lainnya.
- Pengertian bahwa sitem hukum adalah sistem yang logis, tetap dan bersifat tertutup dalam mana keputusan-keputusan hukum yang benar/tepat biasanya dapat diperoleh dengan alat-alat logika dari peraturan-peraturan hukum yang telah ditentukan sebelumnya tanpa memperhatikan tujuan-tujuan sosial, politik dan ukuran-ukuran moral;
- Pengertian bahwa pertimbangan-pertimbangan moral tidak dapat dibuat atau dipertahankan sebagai pernyataan kenyataan yang harus dibuktikan dengan argumentasi-argumentasi rasional, pembuktian atau percobaan.
Dengan demikian kita dapat pula mengatakan, karena negara adalah ekspresi atau merupakan forum kekuatan-kekuatan politik yang ada didalam masyarakat, maka hukum adalah hasil sebagian pembentukan keputusan yang diambil dengan cara yang tidak langsung oleh penguasa. Penguasa mempunyai tugas untuk mengatur dengan cara-cara umum untuk mengatasi problema-problema kemasyarakatan yang serba luas dan rumit, pengaturan ini merupakan obyek proses pengambilan keputusan politik, yang dituangkan kedalam aturan-aturan, yang secara formal diundangkan. Jadi dengan demikian hukum adalah hasil resmi pembentukan keputusan politik (Ibid, : 93).

III. Pengaruh Politik Dalam Pembentukan Hukum di Indonesia
A. Peranan Struktur dan Infrastruktur Politik
Menurut Daniel S. Lev, yang paling menentukan dalam proses hukum adalah konsepsi dan struktur kekuasaan politik. Yaitu bahwa hukum sedikit banyak selalu merupakan alat politik, dan bahwa tempat hukum dalam negara, tergangtung pada keseimbangan politik, defenisi kekuasaan, evolusi idiologi politik, ekonomi, sosial, dan seterusnya (Daniel S. Lev, 1990 : xii).
Walaupun kemudian proses hukum yang dimaksud tersebut di atas tidak diidentikan dengan maksud pembentukan hukum, namun dalam prateknya seringkali proses dan dinamika pembentukan hukum mengalami hal yang sama, yakni konsepsi dan struktur kekuasaan politiklah yang berlaku di tengah masyarakat yang sangat menentukan terbentuknya suatu produk hukum. Maka untuk memahami hubungan antara politik dan hukum di negara mana pun, perlu dipelajari latar belakang kebudayaan, ekonomi, kekuatan politik di dalam masyarakat, keadaan lembaga negara, dan struktur sosialnya, selain institusi hukumnya sendiri.
Pengertian hukum yang memadai seharusnya tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan azas-azas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tetapi harus pula mencakup lembaga (institutions) dan proses (process) yang diperlukan untuk mewujudkan hukum dalam kenyataan (Lihat Mieke Komar at. al, 2002 : 91).
Dari kenyataan ini disadari, adanya suatu ruang yang absah bagi masuknya suatu proses politik melalui wadah institusi politik untuk terbentuknya suatu produk hukum. Sehubungan dengan itu, ada dua kata kunci yang akan diteliti lebih jauh tentang pengaruh kekuasaan dalam hukum yakni mencakup kata “process” dan kata “institutions,” dalam mewujudkan suatu peraturan perundang-undangan sebagai produk politik. Pengaruh itu akan semakin nampak pada produk peraturan perundang-undang oleh suatu institusi politik yang sangat dpengarhi oleh kekuata-kekuatan politik yang besar dalam institusi politik. Sehubungan dengan masalah ini, Miriam Budiarjo berpendapat bahwa kekuasaan politik diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi kebijaksanaan umum (pemerintah) baik terbentuknya maupun akibat-akibatnya, sesuai dengan pemegang kekuasaan (M.Kusnadi, SH., 2000 : 118). Dalam proses pembentukan peraturan hukum oleh institusi politik peranan kekuatan politik yang duduk dalam institusi politik itu adalah sangat menentukan. Institusi politik secara resmi diberikan otoritas untuk membentuk hukum hanyalah sebuah institusi yang vacum tanpa diisi oleh mereka diberikan kewenangan untuk itu. karena itu institusi politik hanya alat belaka dari kelompok pemegang kekuasaan politik. Kekuatan- kekuatan politik dapat dilihat dari dua sisi yakni sisi kekuasaan yang dimiliki oleh kekuatan politik formal (institusi politik) dalam hal ini yang tercermin dalam struktur kekuasaan lembaga negara, seperti Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat dan lembaga-lembaga negara lainnya dan sisi kekuatan politik dari infrastruktur politik adalah seperti: partai politik, tokoh-tokoh masyarakat, organisasi kemasyarakatan, Lembaga Swadaya Masyarakat, organisasi profesi dan lain-lain. Dengan demikian dapatlah disimpilkan bahwa pembentukan produk hukum adalah lahir dari pengaruh kekuatan politik melalui proses politik dalam institusi negara yang diberikan otoritas untuk itu.
Seperti telah diuraikan dalam bagian terdahulu bahwa teori-teori hukum yang berpengaruh kuat terhadap konsep-konsep dan implementasi kehidupan hukum di Indonesia adalah teori hukum positivisme. Pengaruh teori ini dapat dilihat dari dominannya konsep kodifikasi hukum dalam berbagai jenis hukum yang berlaku di Indonesia bahkan telah merambat ke sistem hukum internasional dan tradisional (Lili Rasjidi, SH., 2003 : 181). Demikian pula dalam praktek hukum pun di tengah masyarakat, pengaruh aliran poisitvis adalah sangat dominan. Apa yang disebut hukum selalu dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan, di luar itu, dianggap bukan hukum dan tidak dapat dipergunakan sebagai dasar hukum. Nilai-nilai dan norma di luar undang-undang hanya dapat diakui apabila dimungkinkan oleh undang-undang dan hanya untuk mengisi kekosongan peraturan perundang-undang yang tidak atau belum mengatur masalah tersebut.
Pengaruh kekuatan-kekuatan politik dalam membentuk hukum dibatasi ruang geraknya dengan berlakunya sistem konstitusional berdasarkan checks and balances, seperti yang dianut Undang-Undang dasar 1945 (UUD 1945) setelah perubahan. Jika diteliti lebih dalam materi perubahan UUD 1945 mengenai penyelenggaraan kekuasaan negara adalah mempertegas kekuasaan dan wewenang masing-masing lembaga-lembaga negara, mempertegas batas-batas kekuasaan setiap lembaga negara dan menempatkannya berdasarkan fungsi-fungsi penyelenggaraan negara bagi setiap lembaga negara. Sistem yang demikian disebut sistem “checks and balances”, yaitu pembatasan kekuasaan setiap lembaga negara oleh undang-undang dasar, tidak ada yang tertinggi dan tidak ada yang rendah, semuanya sama di atur berdasarkan fungsi-fungsi masing-masing.
Dengan sistem yang demikian, memberikan kesempatan kepada setiap warga negara yang merasa dirugikan hak konstitusionalnya oleh produk politik dari instutusi politik pembentuk hukum untuk mengajukan gugatan terhadap institusi negara tersebut. Dalam hal pelanggaran tersebut dilakukan melalui pembentukan undang-undang maka dapat diajukan keberatan kepada Mahkmah Konstitusi dan dalam hal segala produk hukum dari institusi politik lainnya dibawah undang-undang diajukan kepada Mahkamah Agung.

B. Pengaruh Kelompok Kepentingan dalam Pembentukan Hukum
Di luar kekuatan-kekuatan politik yang duduk dalam institusi-instusi politik, terdapat kekuatan-kekuatan lainnya yang memberikan kontribusi dan mempengaruhi produk hukum yang dilahirkan oleh institusi-institusi politik. Kekuatan tersebut berbagai kelompok kepentingan yang dijamin dan diakui keberadaan dan perannya menurut ketentuan hukum sebagai negara yang menganut sistem demokrasi, seperti kalangan pengusaha, tokoh ilmuan, kelompok organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, tokoh agama, lembaga swadaya masyarakat dan lain-lain. Bahkan UU. R.I. No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Per-Undang-Undangan, dalam Bab. X menegaskan adanya partisipasi masyarakat yaitu yang diatur dalam Pasal 53 : “Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan Rancangan Undang Undang dan Rancangan Peraturan Daerah.”
Kenyataan di atas menunjukan bahwa pengarh masyarakat dalam mempengaruhi pembentukan hukum, mendapat tempat dan apresiasi yang begitu luas. Apalagi sejak tuntutan masyarakat dalam mendesakkan reformasi disegala bidang berhasil dimenangkan, dengan ditandai jatuhnya orde baru di bawah kepemimpinan Suharto yang otoriter, maka era reformasi telah membawa perubahan besar di segala bidang ditandai dengan lahirnya sejumlah undang-undang yang memberi apresiasi yang begitu besar dan luas. Dalam kasus ini, mengingatkan kita kepada apa yang diutarakan oleh pakar filsafat publik Walter Lippmann, bahwa opini massa telah memperlihatkan diri sebagai seorang master pembuat keputusan yang berbahaya ketika apa yang dipertaruhkan adalah soal hidup mati (Walter Lippmann, 1999 : 21).
Kenyataan yang perlu disadari, bahwa intensnya pengaruh tuntutan masyarakat terhadap pembentukan hukum dan lahirnya keputusan-keputusan hukum dapat terjadi jika tuntutan rasa keadilan dan ketertiban masyarakat tidak terpenuhi atau terganggu Karena rasa ketidakadilan dan terganggunya ketertiban umum akan memicu efek opini yang bergulir seperti bola salju yang semakin besar dan membahayakan jika tidak mendapat salurannya melalui suatu kebijakan produk hukum atau keputusan yang memadai untuk memenuhi tuntutan masyarakat tersebut.
Satu catatan penting yang perlu dikemukakan disini untuk menjadi perhatian para lawmaker adalah apa yang menjadi keprihatinan Walter Lippmann, yaitu :”Kalu opini umum sampai mendomonasi pemerintah, maka disanalah terdapat suatu penyelewengan yang mematikan, penyelewengan ini menimbulkan kelemahan, yang hampir menyerupai kelumpuhan, dan bukan kemampuan untuk memerintah (Ibid, : 15). Karena itu perlu menjadi catatan bagi para pembentuk hukum adalah penting memperhatikan suara dari kelompok masyarakat yang mayoritas yang tidak punya akses untuk mempengaruhi opini publik, tidak punya akses untuk mempengaruhi kebijakan politik. Disnilah peranan para wakil rakyat yang terpilih melalui mekanisme demokrasi yang ada dalam struktur maupun infrastruktur politik untuk menjaga kepentingan mayoritas rakyat, dan memahami betul norma-norma, kaidah-kaidah, kepentingan dan kebutuhan rakyat agar nilai-nilai itu menjadi hukum positif.

C. Sistem Politik Indonesia
Untuk memahami lebih jauh tentang mekanisme pembentukan hukum di Indonesia, perlu dipahami sistem politik yang dianut. Sistem politik mencerminkan bagaimana kekuasaan negara dijalankan oleh lembaga-lembaga negara dan bagaimana meknaisme pengisian jabatan dalam lembaga-lembaga negara itu dilakukan. Inilah dua hal penting dalam mengenai sistem politik yang terkait dengan pembentukan hukum.
Beberapa prinsip penting dalam sistem politik Indonesia yang terkait dengan uraian ini adalah sistem yang berdasarkan prinsip negara hukum, prinsip konstitusional serta prinsip demokrasi. Ketiga prinsip ini saling terkait dan saling mendukung, kehilangan salah satu prinsip saja akan mengakibatkan pincangnya sistem politik ideal yang dianut. Prinsip negara hukum mengandung tiga unsur utama, yaitu pemisahan kekuasaan  - check and balances - prinsip due process of law, jaminan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan jaminan serta perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Prinsip konstitusional mengharuskan setiap lembaga-lembaga negara pelaksana kekuasaan negara bergerak hanya dalam koridor yang diatur konstitusi dan berdasarkan amanat yang diberikan konstitusi.
Dengan prinsip demokrasi partisipasi publik/rakyat berjalan dengan baik dalam segala bidang, baik pada proses pengisian jabatan-jabatan dalam struktur politik, maupun dalam proses penentuan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh berbagai struktur politik itu. Karena itu demokrasi juga membutuhkan transparansi (keterbukaan informasi), jaminan kebebasan dan hak-hak sipil, saling menghormati dan menghargai serta ketaatan atas aturan dan mekanisme yang disepakati bersama.
Dengan sistem politik yang demikianlah berbagai produk politik yang berupa kebijakan politik dan peraturan perundang-undangan dilahirkan. Dalam kerangka paradigmatik yang demikianlah produk politik sebagai sumber hukum sekaligus sebagai sumber kekuatan mengikatnya hukum diharapkan – sebagaimana yang dianut aliran positivis – mengakomodir segala kepentingan dari berbagai lapirsan masyarakat, nilai-nilai moral dan etik yang diterima umum oleh masyarakat. Sehingga apa yang dimaksud dengan hukum adalah apa yang ada dalam perundang-undangan yang telah disahkan oleh institusi negara yang memiliki otoritas untuk itu. Nilai-nilai moral dan etik dianggap telah termuat dalam perundang-undangan itu karena telah melalui proses partisipasi rakyat dan pemahaman atas suara rakyat. Dalam hal produk itu dianggap melanggar norma-norma dan nilai-nilai yang mendasar yang dihirmati oleh masyarakat dan merugikan hak-hak rakyat yang dijamin konstitusi, maka rakyat dapat menggugat negara (institusi) tersebut untuk mebatalkan peraturan yang telah dikeluarkannya dan dinyatakan tidak berlaku. Dengan demikian nilai moral dan etik, kepentingan-kentingan rakyat yang ada dalam kenyataan-kenyataan sosial tetap menjadi hukum yang dicita-citakan yang akan selalui mengontrol dan melahirkan hukum positif yang baru melalui proses perubahan, koreksi dan pembentukan perundangan-undangan yang baru.

KESIMPULAN

  1. Memahami hukum Indonesia harus dilihat dari akar falsafah pemikiran yang dominan dalam kenyataanya tentang pengertian apa yang dipahami sebagai hukum serta apa yang diyakini sebagai sumber kekuatan berlakunya hukum. Dari uraian pada bagian terdahulu, tidak diragukan lagi bahwa apa yang dipahami sebagai hukum dan sumber kekuatan berlakunya hukum sangat dipengaruhi oleh aliran positivisme dalam ilmu hukum yang memandang hukum
    itu terbatas pada apa yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan atau yang dimungkinkan berlakunya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, bahkan aliran ini akan terus mengokohkan dirinya dalam perkembagan sistem hukum Indonesia ke depan. Adapun nilai-nilai moral dan etika serta kepentingan rakyat dalam kenyataan-kenyataan sosial di masyarakat hanya sebagai pendorong untuk terbentuknya hukum yang baru melalui perubahan
    KAMIS, 08 SEPTEMBER 2011 19:31 WIB
    Potret Buram Korupsi di Indonesia Sekjen Transparency International Indonesia Teten Masduki (tengah) bersama Anggota Komisi III DPR Eva Sundari (kanan) dan Ketua Presidium GMNI Twedy Noviady berbicara dalam diskusi yang membahas hukum dalam persfektif Pancasila dan mengulas Korupsi potret buram hukum Indonesia, di Galeri Cafe, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Kamis (8/9).
    , koreksi serta pembentukan peraturan perundang-undangan yang baru.
  2. Kenyataan ini menunjukkan bahwa hukum adat dengan bentuknya yang pada umumnya tidak tertulis, yang sifatnya religio magis, komun, kontan dan konkrit (visual), sebagai hukum asli Indonesia semakin tergeser digantikan oleh paham positivis. Menurut Penulis, berbagai masalah kekecewaan pada penegakan hukum serta kekecewaan pada aturan hukum sebagian besarnya diakibatkan oleh situasi bergesernya pemahaman terhadap hukum tersebut serta proses pembentukan hukum dan putusan-putusan hukum yang tidak demokratis.

    ol

Selasa, 06 September 2011

Yuk Jalan Jalan

Kalau ada yang bertanya kepada saya, “Mengapa sih harus jalan-jalan di Indonesia?” maka jawaban saya adalah, “Mengapa tidak?” Ada banyak alasan mengapa kita harus jalan-jalan di Indonesia. Di bawah ini saya tuliskan beberapa.

Semoga artikel ini dapat membuat Anda sepakat dengan saya: berjalan-jalan di Indonesia adalah wajib hukumnya.

Segala ada

Apa jenis wisata yang Anda cari? Wisata laut, gunung, budaya, belanja, atau flora dan fauna? Semua ada di Indonesia. Laut kita sudah tidak perlu diragukan lagi. Dunia bawah laut Raja Ampat, Wakatobi, Komodo dan Bunaken sudah terkenal di seluruh dunia
.
 















Jenis pasir pantai apa yang Anda cari? Indonesia punya pasir putih bersih sehalus tepung juga merah muda berbutir-butir. Bagi pecinta gunung, Indonesia adalah negara dengan gunung berapi paling banyak di dunia. Ada banyak taman nasional bagi penggemar flora dan fauna.

Dengan beragam suku, etnis, agama dan kepercayaan, Indonesia punya keragaman budaya. Jakarta, kota dengan pusat perbelanjaan terbanyak, cocok buat yang hobi belanja. Gedung tua yang bersejarah, ada juga.



 










Ramah
  
Banyak orang mengatakan, orang Indonesia tidak lagi seramah dulu. Tetapi saya percaya bangsa Indonesia tetaplah salah satu bangsa dengan tingkat keramahan tertinggi di dunia. Bahkan di kota besar seperti Jakarta yang konon masyarakatnya individualis, orang Jakarta jauh lebih ramah dibandingkan negara lain. Kalau Anda tersesat di belantara kekusutan Jakarta, tidak perlu ragu bertanya. Pasti dibantu. Di negara lain? Belum tentu.

Mahal / murah memang relatif. Jika Anda tinggal di Medan, misalnya, berjalan-jalan ke daerah Indonesia timur tentu lebih mahal dari negara tetangga. Tapi jangan lupa, ada harga ada rupa. Sering kali yang Anda bayar sebanding dengan yang didapat.

Melihat Komodo, satu-satunya binatang purba yang tersisa, dan leyeh-leyeh di pantai berpasir merah muda jauh lebih asyik dan membanggakan ketimbang berfoto di depan menara kembar atau main di taman hiburan. Karya manusia tidak akan bisa mengalahkan karya agung ciptaan Tuhan, bukan?

Supaya murah, kunjungilah daerah yang dekat dengan tempat tinggal Anda, misalnya provinsi tetangga. Anda bisa juga memesan tiket promosi penerbangan murah dari  jauh-jauh hari.


Lebih mudah 
Yang dimaksud dengan mudah di sini bukanlah tentang menjangkau tujuan-tujuan wisata di Indonesia, melainkan soal bahasa dan budaya. Ke daerah mana pun Anda pergi di Indonesia, tentu Anda sudah dapat memperkirakan pantangan di daerah itu.

Makin terpencil suatu daerah, biasanya makin kuat adatnya. Pastinya Anda mampu mengira-ngira di mana Anda boleh memakai tank top, dan mana yang tidak. Karena kita masih sebangsa, bahasa tubuh maupun ekspresi lebih mudah dibaca sehingga kemungkinan salah paham dapat diperkecil.

CINTA  TANAH AIR 

Bagaimana dengan saat ini, masih adakah diantara kita yang mencintai tanah air dan bangsa melebihi cintanya pada diri sendiri? Atau pertanyaan ini pertanyaan yang cukup bodoh untuk diajukan? Siapa yang masih perlu mecintai tanah air dan bangsa Indonesia? Yang penting asal kita bisa hidup cukup sandang, pangan dan papan sudah cukup, kalau ada kelebihan sedikit untuk bisa jalan-jalan ke mall, makan enak di café, atau pergi karaokean kan sudah cukup, untuk apa mikirin cinta tanah air dan bangsa! Bahkan kalau mungkin bisa punya rumah yang megah, mobil mewah, dan menyekolahkan anak keluar negeri, setiap tahun bisa liburan kemana kita mau pergi kan sudah lebih dari cukup! Tapi masih ada juga dari bangsa kita yang bergulat dengan kemiskinan untuk makan saja susah dan tinggal di rumah yang lebih mirip kandang dari pada disebut rumah, dan jumlahnya juga tidak sedikit bisa mencapai 50 juta jiwa bangsa Indonesia, apakah masih ada perlunya mencintai tanah air dan bangsa?.

Apakah masih relevan kita mencintai tanah air dan bangsa pada zaman globalisasi ini? Bukankah tanah air dan bangsa ini sudah nggak jelas batas-batasnya dengan adanya era globalisasi? Ada internet yang menghubungakan setiap orang untuk bisa berhubungan satu sama lain setiap saat keseluruh dunia. Belum lagi adanya Hand Phone atau kalau diluar negeri lebih dikenal dengan nama Mobile Phone, yang juga kita bisa berhubungan dengan siapapun ke hampir seluruh pelosok dunia. Kalau secara fisik mau bertemu ada yang namanya penerbangan murah yang siap menerbangkan kita kemana saja dengan harga yang murah (bagi yang terjangkau). Kenapa kita mau membatasi hanya tanah air dan bangsa Indonesia saja.

Kita juga bisa bertanya pada diri kita sendiri kita lebih bangga menjadi bangsa Indonesia atau lebih bangga menjadi warga dunia atau mungkin lebih bangga jadi bangsa lain?

Salah satu alasan orang Indonesia jalan-jalan ke luar negeri adalah karna gaya hidup. Padahal, kurang bergengsi apa kalau Anda sudah menjelajahi seluruh Indonesia? Sangat ironis jika orang Indonesia lebih sering jalan-jalan di negara lain tetapi tidak tahu betapa indahnya negeri sendiri. Masak orang asing lebih paham kecantikan negara kita? 

Perbaikan kehidupan

Bila keadaan ekonomi Anda baik-baik saja dan merasa tidak peduli dengan kondisi ekonomi negara, sebaiknya Anda berpikir ulang. Kondisi ekonomi negara selalu mempengaruhi kondisi ekonomi penduduknya.

Dengan jalan-jalan di negeri sendiri, kita ikut memperbaiki kondisi ekonomi negara kita yang efeknya juga akan memperbaiki kehidupan kita. Mengapa bisa begitu?

Sebab, menghabiskan uang di negeri sendiri akan membuat uang tidak “kabur” ke luar negeri. Yah, ibaratnya uang dari kantong kanan pindah ke kantong kiri, nggak pindah ke kantong orang lain. Jika perekonomian bangsa membaik, kita juga yang untung, kan?

ol

Jumat, 02 September 2011

Era Womenomics

Kapasitas, Kapabilitas, Kuantitas, dan Kualitas wanita dalam menggerakan roda perekonomian sebagai subjek ataupun objek di pengaruhi oleh pikiran dan tindakannya yang makin hari makin matang menuju  era baru : era womenomics.

 Wanita, Media Sosial, dan Masa Depan

Kepercayaan adalah elemen penting, paling krusial dan paling esensial dalam era womenomics, karena dengan kepercayaanlah menjadi sumber dari adanya saling pengertian, saling mecintai, saling perduli, saling memberi, dan saling berkomitmen.

Zukerberg dengan Facebook saat ini momentumnya bertepatan dengan munculnya era baru dunia ketika Teknologi Informasi dan Komunikasi ( TIK ) dan pemanfaatannya oleh manusia makin berkembang pesat. Zukerberg adalah representasi generasi baru yang sejak dini telah akrab dengan teknologi. generasi ini selalu membutuhkan teknologi dan konektivitas, kapan pun dan dimanapun. mereka ini adalah generasi yg kerap bereksperimen  dg teknologi baru dan rajin membentuk jejaring sosial dan profesional. " ini adalah generasi millenials " 

Lahirnya facebook sebagai penyeranta sisi emosional dengan teknologi, jelas menjadi elemen yang sangat berpengaruh kaitannya dengan perkembangan womenomics. Wanita yang pada dasarnya adalah makhluk yang berperasaan halus, peka, dan pintar dalam manajemen emosi, tentu akan mendapat keuntungan tersendiri dengan adanaya tren media sosial berbasis internet. Pada masa lalu, wanita kesulitan untuk menyatakan ungkapan emosional dalam hati. kini, dengan perkembangan perangkat teknologi beserta konten media sosial seperti facebook dan twiter yg menawarkan jasa " sharing " maka itu artinya wanita akan lebih mudah mengekspresikan keinginannya. entah itu sebagai sifat produsen, konsumen, ataupun dalam kaitannya dengan eksplorasi ide-ide bisnis brilian. mereka akan lebih cepat mengendus opportunity-opportunity bisnis baru.

Penguatan tren percepatan womenics saat ini karena di topang oleh mulai makin meratanya penyebaran  koneksi internet di indonesia serta penggunaan smartphone dan pemanfaatan media sosial yang membuat wanita wanita dapat berkumpul, berdiskusi, berorganisasi, menyuarakan pikiran, dan berkarya. Belum lagi faktor alamiah yaitu kemampuan wanita untuk multi tasking, di tambah dengan kualitas wanita yang selalu menggunakan otak kanan yang maksimal ( kreatif ), komunikator handal, dan dengan empati yang besar bagi sekitarya, membuat kiprah wanita di berbagai bidang makin lama makin cemerlang. " it's time for women to shine, ". Wanita yang siap menatap masa depan.




Wanita dan CSR 


 Dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas tercantum pasal yang mencantumkan tanggung jawab sosial sebagai bagian dari kegiatan perusahaan. berdasarkan pasal itu, setiap perusahaan wajib menganggarkan dana setiap tahunnya untuk kegiatan Corporate Social Responsibility ( CSR ) . Bagi perseroan yang tidak melaksanakannya, wajib di kenakan sanksi. dalam hal ini tak terelakkan sebagian perusahaan melihat CSR sebagai biaya operasional perusahaan meningkat. Pandangan demikian seperti itu terkadang membuat perusahaan melakukan kegiatan CSR yang hanya bersifat " lipstick ", sebagai alat untuk pencitraan dan marketing serta mengabaikan unsur keberlanjutan ( sunstainable ). terlepas dari apapun motivasi perusahaan, yang jelas mereka manargetkan keberhasilan dalam setiap kegiatan CSR yan di lakukan. mereka tidak hanya ingin program ini berhasil, tapi mereka juga ingin program ini membawa benefit bagi perusahaan. benefit yang paling di harapkan daris setiap kegiatan CSR yang dilakukan adalah reputasi baik yang di terima perusahaan dari komunitas lokal, masyarakat luas, dan pemerintah.

Yang menarik, selanjutnya banyak perusahaan menempatkan perempuan untuk mengurusi kegitan CSR mereka. Apa yang menjadi bahan pertimbangan mereka ? Karena kegiatan ini berhubungan dengan masyarakat dan karena kegiatan CSR membutuhkan kedekatan, kesabaran, keperdulian yang lebih. Mereka percaya, perempuan lebih mampu melakukan tugas itu . Karena sosoknya dapat membuat wajah perusahaaan teerlihat ramah. yng pada akhirnya memberikan pencitraan serta reputasi perusahaan sebagai benefit yang di harapkan ( double benefit,reputasi pribadi dan nama baik peusahaan ).


Beberapa wanita penggiat kegiatan Corporate Social Responsibility ( CSR )
- Tati Bakrie , Bakrie Fondation 
- Tinah Bingei Tanoto , Co-Founder Tanoto Foundation
- Liliana Tanoesoedibjo, Ketua Pengurus Jalinan Kasih RCTI, Ketua Umum Yayasan  Pendidikan Bagi Bangsa
- Nenny Soemawinata , Direktur Putera Sampoerna Foundation
- Sinta Kaniawati , Direktur CSR PT Unilever tbk
  
Tugas Negara Di Pundak Wanita

Peran wanita di level atas pemerintahan makin luas. Mereka ada yang menjabat sdebagai direktur kementerian, deputi menteri, sekjen, dirjen, hingga menteri. Semakin besarnya jumlah wanita yang menjabat di berbagai posisi penting pada pemerintahan menjadi point penting pada era kemajuan wanita. tidak sedikit kini jabatan dan peran penting di pemerintahan di pegang oleh wanita. Artinya, pos-pos penting yang berperan signifikan untuk negara telah di percayakan untuk di handle oleh kaum wanita. Hal ini menandakan kepercayaan dan kemampuan yang ada pada kaum wanita tidak bisa di anggap remeh.

Tanggung jawab yang di pikul oleh kaum wanita selama menjabat jabatan penting kenegaraan terbukti juga mampu di laksanakan secara bertanggung jawab. dan kepuasan para stakeholders atas kinerja yang di hasilkannya memberi yang semakin luas atas peran wanita untuk turut berpartisipasi membangun negara.
Kontribusi yang di berikan mereka pun menyangkut pertaruhan atas nama negara. Artinya, kegagalan diri pemimpin wanita akan berdampak pada kegagalan negara. Sebaliknya, keberhasilan mereka akan menyokong keberhasilan negara.

 Salah satu contoh adalah tokoh wanita Mari Elka Pangestu yang kini menjabat sebagai menteri perdagangan. Tanggung jawab yang sangat berat menyangkut perdagangan nasional dan kerja sama eknomi ndonesia dengan negara negara lain berada di pundaknya. akan tetapi Mari berhasil membuktikan bahwa dalam kepemimpinan prestasi surplus perdagangan internasional bisa di raih, walaupun hal-hal yang menyangkut kebijakan perdagangan yang di keluarkannya tidak sedikit mengundang protes.


Salah satu lagi tokoh pemimpin wanita yang cukup banyak di kagumi di Indonesia adalah Sri Mulyani. walaupun akhirnya lengser sebagai menteri keuangan, prestasinya kini mencuat di level Internasional dengan menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia. peran kunci mengelola keuangan negara pernah di lakoninya, yng tentu bukan merupakan peran yang mudah di pikul. kini sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia, tanggung jawabnya juga tak ringan karena harus bertanggung jawab atas kemajuan ekonomi banyak negara, terutama negara - negara berkembang. Adanya andil mereka menunjukkan bahwa pada prinsipnya peluang dan kesempatan untuk menjadi pejabat negara bagi kaum wanita semakin luas. Tinggal bagaimana kaum perempuan menunjukan kemampuannya dalam mengemban tugas negara yang di amanatkan.

Karena perempuan ingin menentukkan jenis yang mereka butuhkan  dan membungkusnnya dengan kebijakan yang mendukung perempuan untuk mencapai cita-cita dan tujuannya. Undang Undang terhadap diskriminasi gender / perempuan akan membuat pembuat kebijakan dan menghilangkan adanya perbedaan-perbedaan
yang terjadi. yang akhirnya akan membuat suatu negara lebih sukses dan sejahtera.

oL