Yang terabadikan dalam sebuah kitab, dalam goresan tulisan dari orang yang berkenan melihatnya serta memahami. Sebuah ungkapan sederhana yang sarat makna. Ungkapan yang sudah seharusnya menyadarkan ke alpaan diri manusia yang senantiasa menjadikan kata sibuk sebagai alasan untuk melepaskan satu demi satu demi ikatan pertemanan ataupun persahabatan yang terjalin. Bukan karena alasan akhirat, melainkan karena mengharapkan surga dunia yang fana.
Inilah ungkapan itu :
" janganlah engkau anggap persahabatanmu dengan seseorang biasa - biasa saja. Syukurilah... teman-teman baikmu. karena suatu hari mungkin engkau bangun tidur menyadari bahwa engkau telah kehilangan mutiara, karena sudah menganggapnya tidak berati serta terlalu sibuk mengumpulkan batu. "
Dalam dunia ini kita tidak punya sesiapa kecuali diri kita sendiri. Tetapi dalam bersendiri, kita beruntung karena mempunyai sahabat yang memahami kita. Sebagaimana kita mengharapkan keikhlasan dan kejujuran seorang sahabat, begitu juga dia. Tetapi kita sering terlupa akan hal itu. kita cuma mengambil kira tentang harapan dan perasaan kita saja.
Kita beri beribu alasan dan memaksa dia menerima alasan kita. waktu itu, terfikirkah kita tentang perasaannya??? seperti kita, dia juga tau rasa kecewa, tetapi kita sering terlupa.
Untungnya mempunyai seorang kawan yang senantiasa di sisi kita pada waktu kita memerlukan dia. Dia mendengar luahan perasan kita, segala rasa kecewa dan ketakutan , harapan dan impian kita luahkan, Dia memberi jalan sebagai laluan penyelesaian masalah.
persahabatan tidak terjalin secara otomatis tetapi membutuhkan proses yang panjang seperti besi menajamkan besi, demikianlah sahabat menajamkan sahabatnya. persahabatan di warnai dengan berbagai pengalaman suka dan duka, di hibur di sakiti, di perhatikan di kecewakan , di dengar di abaikan , di bantu di tolak , namun semua ini tidak pernah segaja di lakukan dengan tujuan kebencian. seorang sahabat tidak akan menyembunyikan kesalahan untuk menghindari perselisihan. justru karena kasihnya ia memberanikan diri menegur apa adanya. Sahabat tidak pernah membungkus pukulan dengan ciuman, tetapi menyatakan apa yang amat menyakitkan dengan tujuan sahabatnya mau berubah.
Pernakah kita memberi dia peluang untuk menceritakan tentang rasa bimbangnya, rasa takutnya. Pernakah kita menenangkan dia sebagaimana dia pernah menyabarkan kita? Ikhlaskah kita mendengar tentang kejayaan dan berita gembiranya ? Mampukah kita menjadi sumber kekuatannya seperti di mana dia meniup semangat setiap kali kita merasa kecewa dan menyerah kalah ? Dapatkah kita yakinkan dia bahwa kita boleh di percayai, kita boleh di jadikan tempat bersandar bila terasa lemah, agar tidak rebah ? Bolehkah kita menjadi bahu untuk dia sandarkan harapan ?
Sesekali jadilah kawan yang mendengar dari yang hanya bercerita. Ambillah masa untuk memahami hati dan perasaan kawan , karena dia juga seorang manusia, dia juga ada rasa takut, ada rasa bimbang, sedih dan kecewa. Dia juga ada kelemahan dan dia juga perlukan kawan sebagai kekuatan. Jadilah kita kawannya itu. Kita selalu melihat dia ketawa, tetapi mungkin sebenarnya dia tidak setabah yang kita sangka. Karena di sebalik senyumannya itu , mungkin banyak cerita yang ingin di luahkan di sebalik kesenangannya. mungkin juga tersimpan seribu kekalutan, kita tidak tau.. Tetapi jika kita mencoba menjadi sahabat seperti dia mungkin kita akan tau.
Persahabatan itu seperti tangan dengan mata.
Saat tangan terluka, mata menangis.
Saat mata menangis, tangan menghapusnya
Saat tangan terluka, mata menangis.
Saat mata menangis, tangan menghapusnya
Ketika kita berduka, kawan menjadi pelipur lara
Ketika kawan sedang lara, kita hadir
Ketika kawan sedang lara, kita hadir
ol
Tidak ada komentar:
Posting Komentar